BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Sastra sebagai salah salah satu bidang ilmu yang otonomi memiliki wilayah tersendiri. Untuk lebih mengenalinya secara mendalam maka kita harus megkajinya dari sudut pandang sastra itu sendiri. Bahasa sastraa menggunakan bahasa yang berupa simbol melalui serentetan kata-kata yang penuh makna. Sastra sebagai cabang dari seni. Keduanya merupakan unsur integral dari kebudayaan. Keduana hadir hampir bersamaan dengan hadirnya manusia karena sastra diciptakan dan dinikmati manusia. Baik dari aspek manusia yang memanfaatkannya bagi pengalaman hidupnya, maupun dari aspek penciptaannya yang mengekspresikan pengalaman batinnya ke dalam karya sastra.
Karya sastra melukiskan keadaan dan kehidupan sosial suatu masyarakat. Peristiwa-peristiwa, ide, dan gagasan serta nilai-nilai yang dimanfaatkan pencipta melalui tokoh-tokoh cerita. Sastra mendefenisikan manusia dari berbagai aspek kehidupannya sehingga karya sastra berguna untuk mengenal manusia, kebudayaan serta zamannya.
Kebudayaan yang tumbuh dan berkembang yang didukung oleh masyarakatnya turut memegang peranan penting sebagai potensi sumber kebudayaan bangsa yang juga merupakan sumber potensi bagi terwujudnya kebudayaan nasional Indonesia.
Sastra daerah dapat pula memberikan gambaran tentang sistem budaya masyarakatnya. Situasi pada zamannya hingga akhirnya dapat digunakan sebagai modal apresiasi oleh anggota masyarakat untuk mengkai, memahami serta dapat diterapkan dalam kehidupan sehari-hari.
Sastra daerah yang merupakan hasil budaya yang sejak dahulu tumbuh dan berkembang di setiap daerah di Indonesia perlu mendapat penanganan yang serius agar nilai-nilai yang terkandung di dalamnya dapat dilestarikan terutama dalam rangka pencapaian sasaran pembangunan masyarakat Indonesia seutuhnya dan masyarakat seluruhnya. Di mana manusia merupakan subjek utama dalam pembangunan maka itu perlu dikembangkan kualitas dan kemampuannya agar sadar dengan nilai-nilai budaya serta eksistensinya sebagai warga negara yang punya tanggung jawab untuk ikut ambil bagian dalam pembangunan.
Sastra lisan merupakan salah satu bagian budaya yang tetap dipelihara masyarakat pendukungnya secara turun-temurun yang dituturkan dari mulut ke mulut yang tidak diketahui siapa sebenarnya yang menceritakan pertama kali. Namun, tetap menjadi salah satu alat hiburan serta pelipur lara bagi masyarakat pemiliknya. Sastra lisan ini merupakan pencerminan situasi, kondisi, dan tatakrama masyarakat tersebut, pertumbuhan dan perkembangan sastra suatu masyarakat merupakan gambaran pertumbuhan dan perkembangan budaya, khususnya bahasa masyarakat tersebut. Sastra lisan yang merupaka bagian budaya dengan bahasa sebagai medianya erat kaitannya dengan kemajuan bahasa masyarakat pendukungnya. Di mana masyarakat tradisional yang sifat kebersamaannya lebih besar daripada sifat perorangan sehingga menyebabkan sastra lisan lebih akrab dibandingkan dengan sastra tulis.
Sebagaimana yang dijelaskan oleh Kusman Mahmud (1986:70) tidak disangsikan lagi bahwa pengenalan yang berlangsung alami terhadap sastra daerah akan menimbulkan endapan budaya kokoh bagi pengenalannya, disamping menimbulkan rasa persatuan yang pekat antar daerah, tentu saja dalam kaitan ini jangan dilupakan nilai-nilai estetisnya dan nilai pekertinya yang terkandung dalam sastra yang bersangkutan.
Oleh sebab itu, sangatlah disayangkan apabila sastra lisan yang banyak mengandung nilai-nilai luhur yang tinggi akan terlupakan dan akhirnya punah akibat perkembangan zaman terebih di zaman era globalisasi dan informasi dewasa ini hanya cenderung mengembangkan industri yang semakin canggih sebagaimana yang kita rasakan sekarang ini sehingga sastra daerah atau sastra lisan tidak lagi mempunyai sumbagan terhadap pengembangan kebudayaan nasional kita.
Salah satu usaha yang dilakukan sebagai generasi penerus dan pewaris cerita adalah dengan mengadakan penelitian dan pengkajian terhadap karya-karya sastra daerah khususnya sastra lisan Sulawesi Tenggara. Satu hal yang perlu diketahui bahwa usaha pengkajian sastra daerah itu tidaklah menonjolkan rasa kedaerahan akan tetapi bertujuan mencari dasar-dasar yang dapat disumbangkan bagi pengembangan sastra nasional dalam rangka mengkaji nilai-nilai yang terkandung di dalamnya dan pada akhirnya dapat diterapkan dalam kehidupan bermasyarakat sehari-hari.
1.2 Masalah
Adapun permasalahan yang diangkat dalam penelitian ini adalah “Bagaimana unsur intrinsik yang terkandung dalam cerita rakyat Asal Mula Pohon Enau?”
1.3 Tujuan Penelitian
Penelitian ini bertujuan unstuk mendeskripsikan unsur-unsur intrinsik yang terkandung dalam cerita rakyat yang berjudul Asal Mula Pohon Enau.
1.4 Manfaat Penelitian
Diharapkan analisis ini dapat memberi gambaran secara tentang unsur-unsur instrinsik apa saja yang terkandung dalam cerita rakyat Asal Mula Pohon Enau.
BAB II
KAJIAN PUSTAKA
2.1 Kesusatraan
Menurut J.S. Badudu (1975:5) kesusastraan berasal dari kata “susatra” yang diberi imbuhan ke-an. Kata dasar susatra sebenarnya adalah kata dasar kedua karena dapat pula diuraikan atas kata su dan sastra. Kedua-duanya berasal dari bahasa Sansekerta. “su” berarti ‘baik’ dan ‘sastra’ berarti ’tulisan’. Kata susatra sendiri dalam bahasa kita (bahasa Indonesia) tidak hidup pemakaiannya kecuali dalam kata kesusatraan yang mengandung pengertian jamak, yaitu semua yang meliputi sastra. Kesusatraan Indonesia berarti semua hal yang meliputi sastra Indonesia. Selanjutnya menurut Effendi dalam Badudu (1975:5) menjelaskan bahwa sastra adalah penciptaan manusia dalam bentuk bahasa tulisan yang dapat menimbulkan rasa bagus.
Panuti Sudjiman (1990:7) mengemukakan bahwa sastra adalah karangan lisan atau tuturan yang memiliki keuggulan atau keorisinilan, keindahan dalam isi dan ungkapannya. Lebih lanjut Panuti Sudjiman mengatakan bahwa sastra rakyat adalah kategori yang mencakup lagu rakyat, balada, dongeng, ketoprak, pribahasa, teka-teki, legenda, dan banyak yang termasuk kondisi lisan. Sedangkan Clenth Brooks dalam Tarigan (1984:120) menyatakan bahwa sastra adalah istilah yang digunakan untuk membedakan uraian yang tidak bersifat historis.
Dalam Kamus Umum Bahasa Indonesia (1989) dijelaskan bahwa sastra adalah gaya bahasa yang digunakan dalam kitab-kitab (bukan bahasa sehari-hari) yang dibandingkan dengan tulisan lain, memiliki berbagai ciri keunggulan, keartistikan, keindahan dalam isi dan pengungkapannya.
2.2 Pengertian Sastra Daerah
Ajip Rosidi dalam bukunya Ikhtisar Sejarah Sastra Indonesia menjelaskan bahwa: “…sekalian sastra yang ditulis dalam bahasa-bahasa daerah yang terdapat di seluruh wilayah nusantara dinamakan Sastra Nusantara. Sedangkan sastra Indonesia hanyalah sastra yang ditulis dalam bahasa nasional saja (1986:10).
Jadi, karena pertimbangan dari segi bahasa itulah maka di Indonesia kita mengenal adanya sastra daerah (sastra nusantara), sastra asing, dan sastra Indonesia. Sastra daerah berarti sastra yang menggunakan salah satu bahasa daerah yang terdapat di wilayah nusantara dan sastra asing berarti sastra yang menggunakan salah satu bahasa asing, sedangkan sastra Indonesia berarti sastra yang menggunakan bahasa Indonesia dan bukan bahasa Indonesia.
2.3 Pengertian Sastra Lisan
Sastra lisan adalah jenis atau kelas karya sastra tertentu (Shipley, 1962:193), yang dituturkan dari mulut ke mulut, tersebar secara lisan, anonim, dan menggambarkan kehidupan masyarakat di masa lampau (Gaffar, 1990:4-5).
2.4 Kajian Sturktur
Struktur berarti bahwa sebuah karya atau peristiwa di dalam masyarakat menjadi suatu keseluruhan kaena adanya relasi timbal baik antara bagian-bagiannya dan antara bagian dan keseluruhan. Hubungan ini tidak hanya bersifat positif seperti kemiripan dan keselarasan, melainka juga bersifat negatif, seperti pertentangan dan konflik.
Kajian yang digunakan dalam penelitian ini adalah kajian struktur. Karya sastra dibangun oleh unsur-unsur yang merupakan suatu keutuhan maka kajian dalam penelitian ini dititikberatkan pada unsur yang membanggun cerita yaitu alur, tema, amanat, tokoh, penokohan, dan latar. Hal ini mengacu pada analisis struktur cerita Sastra Lisan Musi (Zainal Abidin Gaffar, 1990:4), sebagai berikut: “…Kerangka teori yang berkenaan dengan unsur-unsur struktur cerita diterapkan dalam menganalisis cerita yang akan dianalisis meliputi alur, tema dan amanat, tokoh dan penokohan serta latar.”
2.4.1. Alur
Alur adalah struktur yang berwujud jalinan peristiwa dalam karya sastra yang memperlihatkan pautan tertentu yang dapat diwujudkan apa yang terjadi, tetai yang lebih penting ialah menjelaskan mengapa hal itu bisa terjadi. Sambungan-sambungan peristiwa tersebut menjalin sebuah cerita. Sebuah cerita mempunyai awal dan akhir. Di antara awal dan akhir itu terlaksanalah alur. Umumnya alur merupakan bagian-bagian cerita yang terdiri dari tingkatan-tingkatan konflik tokoh utama yang menuju kepada klimaks dan penyelesaian (Charbac, 1965:270). Dalam alur terungkap apa yang ungkapkan, diucapkan, dipikirkan, dan dilakukan oleh tokoh cerita. Peristiwa yang umumnya dititikberatkan dalam cerita adalah peristiwa penting.
Setiap cerita mempunyai banyak peristiwa yang penting. Setiap cerita mempunyai banyak peristiwa yang dialami oleh tokoh cerita. Namun, dalam cerita bernilai, peristiwa-peristiwa saling berkaitan (Gaffar,1990:4).
2.4.2. Tema dan Amanat
Tema adalah sesuatu yang menjadi pikiran atau sesuatu yang menjadi persoalan bagi pengarang yang diungkapkannya dalam karya sastra. Ia merupakan makna inti sebuah karya sastra (Parrine, 1966:3). Sedangkan amanat adalah pemecahan tema, pesan yang ingin disampaikan pengarang kepada pembaca (Gaffar, 1990:4).
Mursal Ensten (1978:22) mengatakan bahwa tema adala sesuatu yang menjadi pikiran, sesuatu yang menjadi persoalan bagi pengarang. Tema merupakan persoalan yang diungkapkan dalam sebuah cipta sastra. Ia masih bersifat netral, belum mempunyai kecenderungan (tendensi) memilih karena ia masih merupakan persoalan. Jadi, tidak mungkin kita menolak atau mengharamkan sebuah cipta sastra hanya karena temanya. Sedangkan pemecahan tema tersebut disebut amanat. Dalam amanat terlihat pandangan hidup dan cita-cita pengarang. Amanat dapat diungkapkan secara eksplisit (terang-terangan) dan dapat pula secara implisit (tersirat).
2.4.3. Tokoh dan Penokohan
Tokoh cerita adalah pelaku yang disajikan dalam karya sastra atau cerita (Abramz, 1981:20). Penokohan adalah penampilan keseluruhan ciri atau watak seorang tokoh cerita melalui percakapan (dialog) dan perbuatan (action). Watak yang dikemukakan dalam uraian ini mencakup keadaan ciri sang tokoh, seperti bodoh, cerdik, dan malas. Ada beberapa hal dalam penokohan pada cerita prosa yaaitu (1) cara analitik, yaitu pengarang langsung menceritakan bagaimana wata tokoh-tokohnya, atau (2) cara dramatik, yaitu pengarang memberikan gambaran secara tidak langsung dengan (a) gambaran tempat dan lingkungan sang tokoh (b) percakapan, dan (3) perbuatan sang tokoh (Gaffar, 1990:4-5).
2.4.4. Latar
Latar adalah tempat terjadinya peristiwa-peristiwa dalam suatu cerita, latar belakang fisik serta unsur tempat dan waktu dalam suatu cerita. Latar menunjukkan kepada pembaca kapan dan di mana peristiwa itu terjadi serta mempunyai hubungan dengan eksposisi (Keckerbacker, 1960:489). Ekposisi dalam uraian ini adalah pemaparan atau pengantar ke dalam situasi awal cerita yang akan disajikan (Gaffar, 1990:25).
2.5 Pengertian dan Jenis Cerita Rakyat
Pembagian dan pengelompokkan cerita menurut jenis dan macamnya oleh para ahli masih banyak terdapat perbedaan. Hal ini disebabkan karena kebanyakan cerita rakyat memiliki lebih dari satu kategori. Artinya, mungkin saja dalam satu cerita mungki saja termasuk cerita mitos, tetapi juga mengandung unsur legenda. Menurut William R. Bascom dalam James Danandjaya (1986:50-51) mengemukakan cara pengelompokkan cerita menurut jenis dan macanya yaitu sebagai berikut:
Jika ada cerita sekaligus memiliki ciri-ciri mitos dan legenda, maka kita harus mempertimbangkan dengan cara lebih berat, maka cerita itu digolongkan ke dalam mite. Demikian pula jika lebih berat ciri legenda yang dikandungnya maka digolongkan ke dalam legenda. Selain itu, harus mempertimbangkan/ memperhitungkan kolektifnya (folk) yang dimiliki suatu versi cerita karena dengan menggunakan kolektifnya dapat dikemukakan suatu teori cerita. Jadi, untuk menentukan apakah suatu cerita itu termasuk mite, legenda, atau dongeng, haruslah diketahui folk pemilik atau pendukung cerita itu.
Selain cara penentuan di atas, dalam penelitian folklor Indonesia dikemukakan pembagian cerita sebagai berikut:
Cerita prosa rakyat dapat dibagi menjadi tiga golongan besar, yaitu:
1. Mite (mitos) adalah cerita rakyat yang dianggap benar-benar suci oleh yang empunya cerita. Mitos dititihkan para dewa atau makhluk setengah orang atau dewa. Peristiwa terjadi di dunia yang seperti dikenal sekarang ini dan terjadi di masa lampau.
2. Legenda merupakan prosa rakyat yang dianggap benar-benar terjadi dan tidak dianggp suci. Legenda biasanya ditokohkan oleh manusia, walaupun biasanya memiliki sifat-sifat yang luhur dan luar biasa dan seringkali juga dibantu oleh makhluk-makhluk ghaib. Tempat terjadinya adalah di dunia yang kita kenal kini da waktu terjadinya belum terlalu lama.
3. Dongeng adalah prosa rakyat yang tidak dianggap benar-benar terjadi oleh yang empunya cerita dan dongeng, tidak terikat oleh waktu dan tempat.
BAB III
METODE DAN PROSEDUR PENELITIAN
3.1 Sumber Data
Data penelitian ini bersumber cerita lisan yang telah ditulis yang berjudul ”Asal Mula Pohon Enau”.
3.2 Metode Penelitian
Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode deskriptif kualitatif. Data yang diperoleh dideskripsikan sebagaimana adanya atau berdasarkan fakta yang ada di lapangan.
3.3 Jenis Penelitian
Dilihat dari sumber data yang ada, maka jenis penelitian ini termasuk jenis penelitian lapangan karena peneliti langsung mengambil data di lapangan.
3.4 Teknik Analisis Data
Analisis data menggunakan pendekatan struktural. Pendekatan struktural yaitu sebuah pendekatan yang memandang karya sastra terdiri atas seperangkat struktur yang berhubungan antara satu sama lain dan bersifat otonom. Adapu struktur yang dimaksud dalam penelitian ini adalah unsur intrinsik.
BAB IV
PEMBAHASAN
4.1. Analisis Unsur Intrinsik
Berdasarkan teori yang telah ada dalam tinjauan pustaka, maka kajian struktur (unsur intrinsik) meliputi bagian-bagaian berikut:
4.1.1. Tema
Tema yang diangkat dalam cerita ini yaitu mengenai tingkah laku sosiaal yang baik. Perbuatan seseorang menentukan kuaalitas kepribadiannya. Semakin baik perbuatannya, maka akan semakin berkualitas pula kepribadiannya. Apalaagi dalam menentukan pilihan hidup, tidak boleh ada kata ragu-ragu. Oleh karena itu, manusia sebagai makhluk sosial senantiasa membutuhkan sesamanya sehingga kita tidak diperbolehkan untuk saling menyakiti.
.
4.1.2. Tokoh
Ada beberapa tokoh yang terdapat dalam cerita rakyat Asal Mula Pohon Enau, yaitu sebagai berikut:
1. Putri Cantik, sebagai tokoh utama yang berperan sebagai penentu diterimanya lamaran empat puluh orang anak muda.
2. Empat puluh orang anak muda, pendamping tokoh utama yang menjadi calon suami dari putri cantik tersebut.
4.1.3 Penokohan
1 Putri Cantik, memiliki karakter yang baik karena tidak suka mengecewakan perasaan orang lain. Namun, di sisi lain orangnya plin-plan sehingga tidak bisa menentukann pilihan pada satu hal saja sehingga banyak yang dikecewakan.
2 Empat puluh orang anak muda, memiliki karakter yang suka berjuang dan pantang menyerah dalam mendapatkan cinta, tetapi akhirnya sebagian di antara mereka menyerah karena melihat sesuatu yang tidak sesuai dengan kenyataan sekaligus keinginan mereka.
4.1.4. Alur
Rangkaian peristiwa yang digunakan dalam cerita rakyat Asal Mula Pohon Enau mengisyaratkan bahwa alu yang digunakan aadalah alur maju. Hal ini bermula saat ia dipinang oleh seorang pemuda, mulai dari yang pertama hingga yang keempat puluh, selanjutnya semua pemuda tersebut menanti selama empat puluh hari berturut-turut hingga gadis tersebut berubah menjadi pohon enau.
4.1.5. Latar
Latar tempat yang terlihat dalam cerita tersebut hanya berkisar pada tempat tinggal si gadis atau di rumahnya. Tidak bukti lain yang secara spesifik menyebutkan bahwa ada tempat-tempat lain selain di rumah sang putri.
4.1.6. Amanat
Pesan yang secara tersirat ada dalam cerita rakyat yang berjudul Asal Mula Pohon Enau yaitu mengenai tingkah laku yang baik dan tidak baik. Misalnya, pesan untuk tidak menyakiti perasaan orang lain. Akan tetapi, bukan berarti kita mesti mengorbanakan perasaan kita sendiri untuk melakukan hal yang benar. Begitu pula yang terjadi dalam cerita ini. Si Gadis menerima seluruh pinangan yang justru membuatnya bingung. Demi menghargai perasaan orang lain, ia justru membuat sebagian dari pemuda tersebut kecewa dan ia sendiri bingung menentukan pilihan.
BAB V
PENUTUP
1.1. Kesimpulan
Ada beberapa hal yang bisa disimpulkan bahwa unsur intrinsik yang membangun cerita rakyat di atas adalah unsur tokoh (putri cantik dan empat puluh orang pemudaa), alur yang digunakan adalah alur maju, latar tempat (rumah sang putri). Amanatnya berisi pesan-pesan moral yang salah satunya adalah sebaiknya kita menjadi orang yang bisa memilih dan tetap pada pendirian.
1.2. Saran
Dari seluruh proses analisis ini, ada beberapa hal yang menjadi saran dari penulis yaitu:
1. Analisis ini hanya terfokus pada aspek unsur intrinsik saja sehingga perlu pengkajian yang lebih mendalam agar uraian yang dihasilkan lebih baik.
2. Bisa dijadikan rujukan bagi peneliti selanjutnya.
DAFTAR PUSTAKA
Danandjaya, James. 1986. Folklor Indonesia. Jakarta: Pustaka Grafities.
Effendi, Usman. 1976. Tanya Jawab tentang Sastra Indonensia. Jakarta: Gunung Agung.
Esten, Marshal. 1984. Sastra Indonesia dan Subkultur. Bandung: Angkasa.
Gaffar, Zainal Abidin, dkk. 1990. Struktur Sastra Lisan Musi. Jakarta: Pusat Pembinaan dan Pengembangan Bahasa.
Usnan, Ema, dkk. 1989. Apresiasi Sastra Indonesia. Bandung: Angkasa.